Kamis, 28 April 2011

Catatan Opa

dahulu...

sempat kutuliskan di atas secarcik kertas suci

sebuah kehidupan dalam lingkaran Ibu Kota

arti sebuah perjuangan para bangsawan

semangat para kaum hawa bersama Ibu Kartini

tetesan kenangan anak-anak negeri

bersama ribuan mimpi...





semua itu cukup untuk cucu ku

esok hari...





Lihat lah, nak !

ini catatan Opa tempo dulu...

semuanya, dahulu memang seperti ini

tapi...

semua menjadi tak ada

sebuah perjuangan telah hilang disana

semangat kini tak ada dan abstrak

mimpi pun entah kemana !

semua bersatu padu dalam pekatnya Ibu Kota

hanya do'a yang bisa ku antarkan pada-Nya...



-Batavia, 27.04.2011-

METAMORFOSA IBU KOTA

Batavia, 1862-1942

bersama indahnya rindang pohon bertadjuk bunga

kau taburkan bersanma banyaknya mimpi-mimpi anak ketjil

sedjuk, nyaman dalam nyanyian sendja

tempo hari...

nyanyian "ncing" memakai kerontcjng

terdengar alami merdu mengaloen melayoe

hingga mengantarkan koe pada seboeah mimpi syahdoe



aku pun terbangun

dari lelap ku....



Jakarta, ...-2011

Aku takut akan tak adanya rindang pohon

tak hijau, dan tak ada bunga lagi

mimpi-mimpi anak kecil pun, sekarang tak ada !!

dimana ??

polusi, bercampur dalam tangisan anak tiri...

sekarang ini...

pengamen jalanan memakai "kecrekan"

terdengar kasar dalam nyanyian

hingga mengantarkanku pada kesadaran



dan inilah keagungan Tuhan

syukur, ku ucap selalu dalam sujud ku hanya pada-Mu



-Batavia,27.04.20011-

Minggu, 24 April 2011

10 Tips belajar yang baik

1. Belajar dengan tekun dan giat akan membuat hasil yang lebih maksimal
2. Belajar dengan berkelompok akan lebih memudahkan pembelajaran seseorang
3. Dengan membuat intisari (rangkuman) dari setiap pembicaraan pengajar
4. Belajar dengan aktif, berani ditanya dan bertanya
5. Mampu membuat suasana belajar yang kondusif. Karena hal ini akan mempengaruhi kepada suasana belajar seseorang
6. Giat dalam membaca buku-buku pealajaran atau pun buku umum lainnya yang mampu memberikan referensi dalam belajar
7. Berani mencoba hal yang baru. Hal ini disudutkan untuk lebih berpengalaman dari suatu pekerjaan dalam pembelajaran
8. Mempunyai sikap yang sabar dalam hal menerima pelajaran yang disampaikan oleh pengajar
9. Berbagi dalam pelajaran yang telah diajarkan. Hal ini dilakukan supaya daya ingat seseorang terhadap pelajaran yang digelutinya terulang-ulang
10. Hindari belajar dengan SKS (sistem kebut semalam).

Pecandu Kata

Indahnya bahasa mu,,, sahabat
Kurasakan dialog antara hatimu kepada diriku,,,
Untaian kata kata yang detil dan berirama
Menyuarakan apa yang engkau rasakan didalam hatimu,,,,
Kunikmati kata demi kata yang tersusun menjadi kalimat dalam setiap karyamu
Mereguk tiap hikmah yang coba engkau sampaikan
Mencoba memahami apa yang engkau pikirkan,,,
Dan seolah diriku menjadi pemilik semu karya itu,,,
Kata,,,
Menurut diriku adalah intan,,,
Bagaimana cara kita mengasahnya menjadi nilai tinggi
Kata,,,
Menurutku adalah mutiara,,,
Sejauh mana dirimu membuat diriku memahami dalamnya lautan maksudmu
Kata,,,
Menurutku adalah jalan,,,,
Sejauh mana dirimu telah melangkah dalam hidup ini
Kata,,,
Menurutku adalah cermin,,,,
Siapakah dirimu adanya,,,
Kata,,,
Menurutku adalah candu,,,
Bagaimana dirimu mengubah pola pikir orang lain,,,
Sahabat,,,
Mungkin kata katamu tidak merubah diriku dengan sekali membacanya,,,,
Namun yakinlah bahwa karyamu dapat mengilhami cara diriku untuk memandang dunia
Terima kasih,,,,


Sorek, 30 januari 2011 11.18 pm

Sabtu, 02 April 2011

Format Baru Sejarah Sastra Indonesia


BERTOLAK pada kesepakatan ahli yang menyatakan sastra Indonesia berawal pada roman-roman terbitan Balai Pustaka tahun 1920-an, sejarahnya hingga sekarang terhitung masih sangat muda, sekitar 80 tahun. Karena itu, diperlukan buku-buku sejarah sastra yang bisa dirujuk pelajar, mahasiswa, peminat, dan ahli sastra. Karena itu, wajarlah apabila perjalanan sejarah sastra Indonesia dibagi-bagi dengan mempertimbangkan momentum perubahan sosial dan politik, seperti tampak dalam buku Ajip Rosidi (1968). Pembagian yang lebih rinci dengan angka tahun menjadi 1900-1933, 1933-1942, 1942-1945, 1945-1953, 1953-1961, dan 1961-1967 dengan warna masing-masing sebagaimana tampak pada sejumlah karya-karya sastra yang penting. Kemudian pada periode 1961-1967 tampak menonjol warna perlawanan dan perjuangan mempertahankan martabat, sedangkan sesudahnya tampak warna percobaan dan penggalian berbagai kemungkinan pengucapan sastra. Format baru Kalau momentum sosial-politik masih dipergunakan sebagai ancangan periodisasi sejarah sastra Indonesia 1900-2000, mungkin saja tercatat format baru dengan menempatkan tiga momentum besar sebagai tonggak-tonggak pembatas perubahan sosial, politik, dan budaya, yaitu proklamasi kemerdekaan 17-8-1945, geger politik dan tragedi nasional 30 September 1965, dan reformasi politik 21 Mei 1998. Analisis struktural Umar Yunus tentang perkembangan puisi Indonesia dan Melayu modern (Bhratara, Jakarta, 1981) dan telaah struktural tentang novel Indonesia (Universiti Malay, Kuala Lumpur, 1974) barangkali dapat dipergunakan sebagai rujukan untuk menjelaskan perubahan-perubahan tersebut. Dengan mempertimbangkan ketiga momentum tadi maka diperoleh empat masa perjalanan sejarah sastra Indonesia, yaitu masa pertama mencakup tahun 1900-1945, masa kedua mencakup tahun 1945-1965, masa ketiga mencakup tahun 1965-1998, dan masa keempat yang dimulai pada tahun 1998 hingga waktu yang belum dapat diperhitungkan.Dengan meminjam baju politik yang dianggap populer dan tetap mempertimbangkan nasionalisme maka penamaan keempat masa perjalanan sastra Indonesia itu bisa menghasilkan tawaran sebagai berikut: Masa Pertumbuhan atau Masa Kebangkitan dapat dipergunakan untuk mewadahi kehidupan sastra Indonesia tahun 1900-1945 dengan alasan bahwa pada masa itu telah tumbuh nasionalisme yang juga tampak dalam sejumlah karya sastra, seperti sajak-sajak Rustam Efendi, Muhamad Yamin, Asmara Hadi dan lain-lain. Yang jelas, pada masa itu bertumbuhan karya sastra yang sebagian sudah bersemangat Indonesia dan sekarang memang tercatat sebagai modal awal khazanah sastra Indonesia. Masa Pemapanan dapat dipergunakan untuk mewadahi kehidupan sastra Indonesia tahun 1965-1998 dengan alasan pada masa itu terjadi pemapanan berbagai sistem: sosial, politik, penerbitan, dan pendidikan yang dampaknya tampak juga di bidang sastra Indonesia. Mengingat besarnya muatan sejarah sastra Indonesia itu maka diperlukan pembagian sejarah pertumbuhan dan perkembangannya menjadi empat masa seperti tersebut tadi, yaitu (1) masa pertumbuhan atau masa kebangkitan dengan angka tahun 1900-1945, (2) masa pergolakan atau masa revolusi dengan angka tahun 1945-1965, (3) masa pemapanan dengan angka tahun 1965-1998, dan (4) masa pembebasan dengan angka tahun 1998-sekarang.

SARDI, SANG PEMABUK

Dinginnya suasana malam hari tak meredupkan hati seorang laki-laki muda untuk melakukan perbuatan maksiat, yakni meminum minuman keras. Namun sesekali di dalam dirinya muncul rasa ingin bertobat kepada Allah agar diampuni dosa yang telah diperbuatnya seraya berkata. "Ya Allah, sungguh hamba sangat merasa berdosa atas apa yang telah hambamu ini lakukan, hamba ingin bertaubat serta ingin menjauhi perbuata-perbuatan maksiat tadi"
Namun dirinya masih tidak mampu untuk melawan hawa nafsu yang ada pada dirinya untuk melakukan perbuatan syetan tadi. Akhirnya ia pun mengalirkan air haram tadi dari sebuah gelas ke dalam tenggorokannya hingga beberapa tegukan. Sehingga dirinya sempat tidak sadarkan diri akibat minuman tadi.
Dilain waktu setelah dirinya tersadar kembali bahwa perbuatan yang telah dilakukannya tadi merupakan perbuatan syetan yang amat berdosa. Maka diapun kembali meminta ampunan agar diampuni dosanya sambil mengangkat kedua tangannya serya berkata. " Ya Allah, kali ini hambamu ini sangat benar benar-benar ingin bertaubat. serta hamba memohon kepada-Mu agar hati beserta ragaku ini kembali kepada jalan yang Engkau ridhai"
Sebut saja Sardi, orang yang suka mabuk ini berlatar belakang dari keluarga yang bisa disebut tidak Harmonis. Ketika dia berumur 14 tahun, Ibu dan Bapaknya meninggalkan dirinya seorang diri.
Kehidupan jalanan, anak-anak nakal serta minuman keras menjadi pengisi kehidupannya sehari-hari. Dia tidur di emperan-emperan toko, tak kenal dingin serta mampu melawan sakitnya gigitan nyamuk jalanan.
Sewaktu dia berumur 15 tahun, dia pernah menjadi anak panti, serta pernah juga hidup di asrama khusus anak-anak nakal berdiam diri.
Setelah dia berumur 22 tahun dia pernah kabur dari tempat anak-anak nakal itu tinggal. Sebab dirinya merasa bosan serta selalu dijadikan bahan olok-olokan oleh teman-temannya pada waktu itu. Sehingga diapun terdampar di suatu desa yang amat tentram serta jauh dari yang namanya keributan.
Maka pada waktu itu dia diangkat oleh kepala desa itu untuk menjadi seorang penjaga kuburan, bisa disebut sebagai Kuncen.
Malam hari tela tiba sang suryapun telah meredupkan cahayanya. Di dalam pikiran Sardi muncul rasa yang sangat tinggi untuk melakukan perbuatan maksiat yang pernah dilakukannya pada waktu dahulu, yakni dia berkeinginan untuk meminum minuman keras lagi.
Namun dia tidak punya sepeserpun untuk membeli minuman itu. Akhirnya setiap malam hari, Sardi menggali satu kuburan dan mengambil mayatnya untuk dijual kepada mahasiswa kedokteran.
Maka, uang hasil penjualan mayat itupun dibelikannya untuk membeli minuman keras yang dinanti-nanti olehnya.
Sardi merupakan salah seorang yang sangat kental terhadap kejahatan. Namun apadaya, tanpa melakukan perbuatan seperti itu dirinya merasa tidak hidup. Maka minuman keras, mayat serta kejahatan yang lainnyalah yang menjadi penopang kehidupannya.
Disamping dia melakukan perbuatan seperti itu, dia juga sesekali merasa sadar bahwa perbuatan yang sering dirinya lakukan adalah perbuatan yang salah. Serta dirinyapun sesekali meminta do’a kepada Allah agar dosa yang telah diperbuatnya diampuni oleh-Nya.
Pada satu waktu, datang seseorang kepadanya untuk meminta mendo’akan anaknya, sebut saja dia Haji Kartono.karena Haji Kartono setiap tahunnya selalu mendapat cobaan dari Allah S.W.T. berupa cobaan penyakit yang selalu menimpa anaknya. Maka setiap dia mempunyai anak umurnya tidak terlalu lama.
Awalnya, Haji Kartono menceritakan tentang penyakit yang dialami anaknya kepada Sardi seraya mengucurkan air matanya. “Ini adalah anakku yang kelima, anak saya yang satu-satunya terkena penyakit lumpuh. Kata Dokter, anak saya tidak akan lama untuk menjalani kehidupan ini “
Maka, Haji Kartono pun berkata kembali kepada Sardi. “ Saya berharap kepada kamu Sardi, semoga dengan do’a yang kamu limpakan Allah akan mendengarnya serta menyembuhkan penyakit anak saya”
Namun Sardi kembali berkata kepada Haji Kartono. “Kenapa mesti saya yang harus mendo’akannya ? seharusnyakan bapak yanglebih pantas untuk mendo’akan anak bapak. Mala bapak yang pernah jiara ke makam Nabi, sedangkan saya hanya seorang yang kotor, yang pernah hidup di tempat anak-anak nakal”
Tapi Haji Kartono terus memujuknya supaya Sardi mendo’akan anaknya seraya berkata. “ Saya terus berdo’a dibarengi shalat malam, puasa, serta , melakukan ibadah sunnah lainnya. Yapi belum satupun do’aku yang diijaba ole-Nya. Semoga saja dengan do’amu Sardi, Allah akan mendengar serta mengijabahhnya”
Maka dengan perkataan seperti itu, Sardi pun mengangkat kedua tangannya seraya berkata. “Ya Allah , sembuhkanlah penyakit yang ada pada anak Haji Kartono ini. Karena tidak ada penyembuh selain Engkau”, setela Haji Kartono meminta mendo’akan anaknya kepada Sardi diapun hendak melangkahkan kakinya untuk pergi pulang kerumahnya.
Keesokan harinya pada waktu siang, Haji Kartono mendatangi kembali kepada Sardi untuk berterima kasih karena sudah mendo’akan anaknya yang sudah kembali pulih dari penyakitnya. Namun setelah dirinya mencari Sardi kemana-mana dia (Haji Kartono mendapatkan informasi dari penduduk setempat bahwa Sardi telah kembali kerahmatullah tadi pagi’
Sardi meninggal setelah terus berdo’a kepada Allah. “Ya Allah, aku menyerakan segala kekurangan yang ada pada diriku. Aku menyerahkan segala iradahku anya kepada-Mu. Dengan adanya-Mula aku dapat hidup dan mati”
Sardi yang kini yela tiada, menggambarkan satu manusia yang merasa dirinya hina, kotor yang selalu berbuat kesalahan tapi dirinya selalu meminta diampuni seluruh dosanya.


-Bandung,01 April 2010 jam 16:37-

*cerpen ini ditulis untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia

TRAGEDI SITU BAGENDIT

Pada suatu masa, ada sebuah desa yang sangat luas lagi berharta. Diantara penduduknya ada yang bernama Nyi Endit. Dia itu seseorang yang sangat kaya diantara penduduk yang lainnya. Akan tetapi, dia itu mempunyai dua sifat yang pasti seseorang tidak akan menyukai apalagi membanggakan dua sifat tersebut, yaitu al-kibru (arogan) dan al-bukhlu (pelit).
Pada suatu hari, tiba-tiba ada seorang kakek-kakek yang datang ke desa tersebut. Tiba-tiba kakek itu tenggorokanya terasa haus, lalu pada saat pula itu di depan si kakek itu berhadapan dengan rumah Nyi Endit. Pada waktu itu pula si kakek menghampiri rumah tersebut dan bermaksud untuk meminta segelas air. Namun, karena Nyi Endit itu mempunyai sifat yang tercela, Nyi Endit pun tidak memberikan segelas minman pada si kakek itu. Malah si kakek itu di usir oleh Nyi Endit seraya berkata. “Mau apa kau datang ke rumahku ? Pergi sana ! Aku jijik melihat orang yang meminta-minta seperti kamu”. Maka kakek-kakek itu pun tidak panjang lebar dia mengambil keputusan untuk segera meninggalkan dari hadapan Nyi Endit.
Di dalam sebuah perjalanan si kakek, di tengah-tengah suatu dusun desa si kakek mengambil sebuah tongkat. Lalu si kakek pun menancapkan tongkat tersebut di atas permukaan bumi. Tidak lama kemudian setelah si kakek menancapkan tongkat tersebut, lalu munculah benih-benh air keluar dari atas tanah.
Setelah beberapa lama kemudian air itu menjadi besar dan menelan seluruh dusun desa yang berada di sekitarnya.
Maka, setelah sekian lamanya desa tersebut menjadi sebuah lautan air yang disebut Situ Bagendit. Yang sampai sekarang masih ada serta kita rasakan.
Keindahannyapun tidak kalah indahnya dengan pulau-pulau yang lain.

-Garut, 09 April 2010 jam 14:08-

*tulisan ini diperuntukkan teman saya..